Masih ingat tentang 39 kapal perang eks Jerman Timur yang dibeli Indonesia pada tahun 1990-an. Dibalik pembelian borongan kapal dalam jumlah besar, nyatanya juga termasuk paket persenjataan yang melengkapi kapal-kapal tersebut. Diantaranya untuk korver Parchim dan LST Frosch dilengkapi dengan 5.000 ton amunisi, meski dipreteli tapi bisa dibawa ke Tanah Air. Nah, yang cukup mencengangkan di paket senjata tadi juga terdapat 1.550 peluru kendali SA-7 Strela yang terbilang canggih dimasa itu.
Strela adalah jenis rudal panggul (Manpad) yang amat populer, dan banyak digunakan pada berbagai konflik di seluruh dunia. Hadirnya Strela pada awal 1990, menjadikan senjata ini sebagai rudal panggul pertama yang dimiliki TNI, khususnya di segmen rudal anti serangan udara jarak dekat/SHORAD (short range air defence). Baru kemudian TNI kedatangan rudal model panggul yang lebih modern, seperti Mistral dan QW-3.
Strela dirancang pada tahun 1964 oleh Kalomna (KBM) di Uni Soviet, dan mulai diprouksi untuk keperluan AB Uni Soviet pada tahun 1968. Dan di tahun 1970 rudal ini sudah banyak malang melintang di arena konflik global. Diantaranya terlibat dalam Perang Arab-Israel, Vietnam, Angola, Lebanon,Irak, Afganistan dan Malvinas. Kehandalan Strela tak perlu diragukan, dalam perang Yom Kippur, hampir separuh dari armada Skyhawk AU Isreal pernah merasakan sengatan maut rudal ini. Bahkan tak usah jauh-jauh, di kawasan Asia Tenggara, Jet tempur F-5E Tiger milik AU Thailand pada tahun 1988 pernah ditembak jatuh oleh Strela milik Vietnam dalam konflik perbatasan. Sebelumnya beberapa jet temput Thailand juga pernah disengat Strela milik Vietnam dan Kamboja.
Dengan pengabdian yang panjang, pastinya Strela sudah dihadirkan dalam beberapa versi, bahkan sudah pula digarap secara lisensi oleh negara-negara sekutu Rusia. Untuk Strela di Indonesia, karena berasal dari persenjataan di atas kapal perang, yang digunakan adalah versi SA-N-5 Grail. SA-N-5 Grail merupakan kode penamaan yang diberikan oleh NATO, rudalnya sendiri berasal dari platform Strela-2M. SA-N-5 Grail memang dirancang oleh Pakta Warsawa (kala itu) untuk ditempatkan pada kapal perang. Yang membedakan dari versi Strela lainnya, SA-N-5 Grail pada kapal perang dilengkapi dengan dudukan (mounting fasta) sebagai pelontar rudal. Tipe mounting yang digunakan adalah peluncur Fasta 4M, model peluncur ini dapat memuat 4 rudal tiap unitnya, tapi dalam beberapa penampilan umumnya satu peluncur hanya disiapkan dengan 2 rudal.
Strela yang dioperasikan TNI AL hingga kini memperkuat jajaran armada korvet kelas Parchim. Karena sudah berusia tua dan bekas pakai pula, rudal ini perlu dimodifikasi lebih lanjut agar sesuai kebutuhan dalam gelar operasi. Modifikasi pun telah dilakukan oleh Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI AL, alhasil walau rudal ini usianya sudah 34 tahun masih tetap topcer dalam uji coba. Dari hasil modifikasi, Strela kini dinamai rudal AL1.
Si Pengejar Panas
Streal bekerja dengan sistem pemandu pasif infra red, rudal ini bisa mendeteksi sasaran dengan tepat di atas temperatur 200-400 derajat Celsius–suhu yang dikeluarkan oleh exhaust nozzle pesawat terbang atau helikopter sasaran. Sistem peluncur rudal terdiri dari tabung peluncuran rudal dan silinder baterai termal. Dalam teorinya satu tabung peluncur dapat diisi ulang (reload) hingga lima kali pengisian.
Karena sifatnya manpad, rudal ini sepenuhnya dikendalikan oleh awak secara manual. Saat rudal meluncur dari tabung, digunakan sistem pembakaran sesaat (short burnt booster). Pola penembakan ini harus diwaspadai oleh awak, sebab semburan roket dapat mengenai penembak.
Sistem pembakar sesaat (short burnt booster), digunakan meluncurkannya dari tabung. Selain membahayakan penembak, sistem ini juga membatasi sudut tembak. Kelemahan lain adalah Strela harus benar-benar diarahkan ke saluran buang (exhaust nozzle) pesawat atau helikopter sasaran. Saat rudal pertama kali meluncur dari tabung, kecepatan yang didapat yakni 32 meter per detik dan rudal berputar pada porosnya sekitar 20 putaran per detik. Pada puncaknya, Strela akan memburu target dengan kecepatan 430 meter per detik. Setelah rudal keluar dari tabung, otomatis badan rudal akan mengembangkan sirip untuk terbang.
Strela amat pas untuk menghadang pesawat yang terbang rendah dengan manuver tinggi. Dengan kecepatan luncur yang dahsyat, Strela hanya punya jangkauan tembak hingga 5,5 kilometer dan ketinggian luncur maksimum 4,5 kilometer. Strela juga bisa menghadang sasaran dalam jarak sangat dekat, tapi minimum jarak target harus 18 meter dan ketinggian minimum 500 meter. Berat rudal Strela mencapai 9,8 kilogram, termasuk hulu ledak seberat 1,15 kilogram.
Sedangkan berat rudal beserta tabung dalam posisi siap tempur mencapai 15 kilogram, beratnya masih cukup ideal untuk dipanggul oleh unit-unit pasukan infantri. Versi terbaru dari Strela adalah SA-14 Gremlin. Bentuknya sama dengan pendahulunya. Perubahan yang mencolok adalah pada sistem penjejak yang lebih sensitif. Keuntungannya rudal ini bisa ditembakkan dari sudut yang lebih lebar.
Dipakai Korps Marinir TNI AL
Jumlah unit Strela yang banyak, ditambah sifatnya yang portable, menjadikan rudal ini sangat pas “dikaryakan” untuk mendukung unit militer lain, yakni Korps Marinir. Cukup lepas Strela dari mounting di kapal perang, maka jadilah rudal ini sebagai senjata pamungkas bagi infantri. Hadirnya Strela di Korps Marinir sudah diketahui cukup lama, salah satunya penulis saksikan saat defile HUT 50 Tahun ABRI tahun 1995 di Lanud Halim Perdanakusumah. Saat itu Strela dipasang dengan mounting pada truk Unimog, jadi satu truk bisa meluncurkan 2 rudal sekaligus, mirip dengan pola di kapal perang. Tapi belakangan Strela juga kerap muncul dalam formasi single shooter pada defile- militer baru –baru ini. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi SA-7 Strela/SA-N-5 Grail
Perancang : KBM Kolomna
Berat rudal : 9,8 Kg/termasuk hulu ledak 1,15 kg
Panjang : 1,44 meter
Diameter : 72 mm
Bentang maksimum : 4200 mm
Lebar sayap : 70 cm
Jangkauan max : 5.500 meter
Ketinggian max : 4.500 meter
Kecepatan max : 430 meter per detik (sekitar 1,5 Mach)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar